PENGERTIAN SHOLAT TARAWIH DAN SHOLAT WITIR BESERTA NIATNYA

Pengertian Sholat Tarawih


Sholat Tarawih ,Teraweh atau Taraweh ialah sholat sunnat yang dilakukan hanya pada bulan ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah تَرْوِيْحَةٌ yang memiliki arti sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan salat sunnat ini adalah sesudah isya', dan biasanya dilakukan berjamaah di masjid.



Bacaan niat sholat tarawih


اُصَلّى سٌنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

USHOLLI SUNNATAT TARAAWIHI ROK’ATAINI LILLAHI TA’ALAA


Artinya :

Saya niat sholat Tarawih dua rakaat karena Allah Ta’alaa.


Surat yang di baca di setiap rakaat:

1). Malam Tanggal 1 sampai dengan pertengahan bulan Ramadhan
Surat yang sering di baca setiap rakaat pertama meliputi:
  • At-Takaatsur
  • Al-Ashr
  • Al-Fiil
  • Quraisy
  • Al-Maa'un
  • Al-Kautsar
  • Al-Kaafiruun
  • An-Nashr
  • Al-Lahab
Untuk rakaat kedua membaca surat
  •  Al-Ikhlas.
2). Malam Pertengahan Sampai Akhir Bulan Ramadhan.
Untuk rakaat pertama biasanya membaca surat
  • Al-Qadr
Surat yang sering di baca setiap rakaat kedua meliputi:
  • At-Takaatsur
  • Al-Ashr
  • Al-Fiil
  • Quraisy
  • Al-Maa;un
  • Al-Kautsar
  • Al-Kaafiruun
  • An-Nashr
  • Al-Lahab

Sejarah Sholat Tarawih

Baca Juga

Shalat tarawih pertama kali dikerjakan Nabi saw pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriyah. Saat itu beliau Nabi SAW mengerjakan shalat Tarawih tidak di masjid terus menerus, kadang di masjid, kadang di rumah. Sebagaimana dalam Hadist:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)


“Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra: sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari shalat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau, pada hari berikutnya beliau sholat dan pengikut semakin banyak. Kemudian pada hari ketiga dan keempat orang-orang banyak berkumpul menunggu Nabi saw, namun Nabi saw tidak datang ke masjid lagi. Pada pagi harinya Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. namun aku tidak datang ke masjid karena aku takut kalau shalat ini diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “hal itu terjadi pada bulan Ramadlan”. (HR. Bukhari dan Muslim).



Hadist tersebut menerangkan bahwa Nabi saw suatu hari melaksanakan shalat tarawih, pada malam hari yang ke 2 beliau datang lagi mengerjakan shalat tarawih dan pengikutnya pun semakin bertambah banyak.



Pada malam yang ke 3 dan ke 4 Nabi saw tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa Nabi saw takut shalat Tarawih akan dianggap sebagai sholat wajib oleh pengikutnya, karena pengikutnya yang bertambah banyak.Atau akan memberikan dugaan kepada umatnya, bahwa shalat Tarawih telah diwajibkan.



Rakaat Tarawih yang dilakukan pada masa Nabi saw masih hidup masih dipertentangkan oleh para ulama.Ada yang mengatakan sholat tarawih itu 11 rakaat dan ada yang 23 rakaat, ada yang 39 rakaat bahkan ada yang mengatakan tidak terbatas.



Dalil salat Tarawih dengan 11 rakaat adalah hadis riwayat Aisyah ra:


مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَ

“Rasulullah saw tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari)


Adapun dalil Tarawih dengan 23 rakaat adalah hadis:


روي ابن شيبة في مسنده قال: حدثنا يزيد حدثنا ابراهيم ابن عثمان عن الحكم عن مقسم عن ابن عباس: أنَ رسول لله صلَى الله عليه و سلَم كا ن يصلَى فى رمضان عشرين ركعة.

Diriwayatkan dari ibnu syaibah dalam kitab musnadnya, dia berkata: diceritakan dari yazid, dari Ustman, dari Hakam, dari Ibnu Abbas: Rasulullah shalat di bulan Ramadhan (Tarawih) dengan 20 rakaat.

Tata cara Sholat Tarawih
  • Dinamakan sholat Tarawih karena setiap selesai dua salam (empat rakaat) dianjurkan istirahat sejenak. 
  • Setiap dua rakaat diakhiri dengan salam, setelah selesai shalat tarawih hendaknya diteruskan dengan shalat witir, sekurang kurangnya satu rakaat. 
Bacaan niat sholat witir

اُصَلِّى سُنًّةَ الْوِتْرِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

Artinya: Saya niat sholat witir 3 rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Alloh Ta'ala.

  • Umumnya shalat witir dikerjakan tiga raka’at dengan dua salam dan boleh juga dikerjakan tiga raka’at satu salam.Dan alangkah baiknya mengikuti tata cara sholat tarawih sesuai yang dilakukan imam. Kalau imam sholat 8 rakaat + 3 rakaat witir, makmum mengikuti itu. Jika ia ingin menambahi jumlah rakaat, sebaiknya dilakukan di rumah. Kalau imam melaksanakan sholat 20 rakaat sebaiknya di ikuti. Dan apabila  ingin hanya melaksanakan 8 rakaat saja, maka hendaknya ia undur diri dari barisan jamaah dengan tenang dan tidak mengganggu jamaah yang masih melaksanakan sholat tarawih. 

Dirangkum dari berbagai sumber.


PENGERTIAN SHOLAT TAHAJUD BESERTA HUKUMNYA

PENGERTIAN

Sholat tahajud adalah salah satu sholat malam yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Sholat sunnah ini dikerjakan dalam kurun waktu sejak setelah shalat isya hingga masuk waktu shubuh. Jadi sholat tahajud tidak boleh dikerjakan siang hari atau sebelum shalat isya.

Kemudian, seseorang yang ingin melaksanakan sholat tahajud juga harus tidur terlebih dahulu, walaupun cuma sebentar. Tidak dinamakan shalat tahajud jika tidak kita awali dengan shalat isya dan tidur (walaupun cuma beberapa menit saja).
Jumlah rakaat sholat tahajud minimal dua, maksimal tidak terbatas. Namun ada yang mengatakan maksimal 8-12 rakaat. Pelaksanaanya pun secara umum sama seperti sholat sunnah yang lain, tidak ada gerakan-gerakan khusus.
Sholat sunnah tahajud memiliki banyak sekali keutamaan dan manfaat yang akan dijelaskan lebih detail dalam sub-sub bab di bawah.

Sholat Tahajud atau Shalat Tahajud?

Saya rasa sebelum membahasa terlalu jauh, hal ini perlu kita bahas lebih dulu. Walaupun sebenarnya ini soal penulisan saja, tidak terlalu urgent, tapi perlu juga untuk dibahas.
Sholat dasarnya adalah kosa kata dalam Bahasa Arab, diawali dengan hurufﺹ    (shod atau shad). Tidak ada padanan kata atau huruf yang sepadan antara huruf arab dan huruf latin. Oleh karena itu, penulisan “sholat tahajud” bisa dianggap benar bisa juga dianggap salah. Begitu juga dengan penulisan “shalat tahajud”, menggunakan huruf “a”, bukan “o”. Keduanya sama saja kedudukannya, bisa dianggap benar dan bisa dianggap kurang tepat. Karena huruf shod ﺹ dalam Bahasa Arab tetaplah ﺹ, tidak bisa dipadankan dengan huruf latin.
Jadi, Anda bisa menulis dengan sholat tahajud atau shalat tahajud. :)
Di artikel ini pun, saya kadang menulis dengan “sholat tahajud”, kadang juga dengan “shalat tahajud”.
Oh iya, kalau mengikut kosa kata Bahasa Arab, kata “tahajud” pun sebenarnya harus ditulis dengan “tahajjud” karena ada tasydid di atas huruf jim. Namun karena ini hanya masalah penulisan saja, dan tidak ada padanan yang sesuai antara Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, maka hal itu saya rasa tidak perlu kita permasalahkan. Sepakat ya?

Hukum Sholat Tahajud

Hukum melaksanakan sholat tahajud adalah sunnah. Tapi ke-sunnah-an melaksanakan sholat tahajud bukan seperti sunnah biasa. Sholat tahajud hukumnya sunnah muakkad (sangat disunnahkan atau sangat dianjurkan).
Pengertian lain dari sunnah muakkad adalah sunnah yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah SAW, atau, sunnah yang jarang sekali ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Contoh sholat sunnah muakkad yang lain adalah sholat dhuha dan sholat tarawih.

Sholat Tahajud dalam Alquran

Mengenai sholat tahajud, Allah berfirman:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدَبِهِ نَا فِلَةً لَكَ عَسَى اَنْ يَبْعَسَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُوْدًا.
Artinya : “Dan pada sebagian malam, maka kerjakanlah shalat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah- mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji” (QS. Al Isra 79)
Ayat di atas jelas sekali berisi perintah untuk mengerjakan sholat tahajud di malam hari. Sholat tahajud dalam ayat tersebut dimaksudkan sebagai ibadah tambahan buat kita. Namun perintah di sini bukan berarti wajib, hukum mengerjakan sholat tahajud tetap sunnah.
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman:
 كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ () وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya:
17. di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. (QS. Az-Zariya: 17-18.)
Dalam ayat ini Allah SWT memberikan isyarat mengenai orang yang melaksanakan sholat tahajud. Untuk mengetahui tafsir dari masing-masing ayat, sebaiknya kita menggunakan tafsir yang sudah populer seperti Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir atau lainnya. Hal ini untuk menghindari diri kita dari pemahaman yang salah.

Baca Juga


Sholat Tahajud dalam Hadits

Rasulullah SAW bersabda:
“Hendaklah kalian sholat malam, karena sholat malam adalah kebiasaan yang dikerjakan orang-orang sholeh sebelum kalian, ia adalah ibadah yang mendekatkan diri kepada Rabb kalian, penghapus berbagai kesalahan dan pencegah perbuatan dosa.” (HR. Tirmidzi)
Yang dimaksud dengan sholat malam antara lain sholat tahajud, shalat witir sholat tarawih.
Dalam hadits yang lain, juga terdapat keterangan seperti ini:
Dari Amr bin Abasah r.a. berkata: Aku berkata, Wahai Rasulullah, (bagian) dari malam manakah yang paling didengar (oleh Allah)? beliau bersabda : “Pertengahan malam yang terakhir, maka sholatlah sesukamu, karena sholat tersebut disaksikan dan dicatat hingga kamu sholat subuh.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ke-3 yang akan saya cantumkan berbunyi:
“Allah merahmati seorang suami yang bangun dimalam hari lalu dia sholat dan membangunkan isterinya, jika sang istri enggan, ia percikkan air ke wajahnya dan Allah merahmati seorang istri yang bangun di malam hari lalu dia sholat dan membangunkan suaminya jika suaminya enggan, dia percikkan air pada wajahnya.” (HR. Abu Dawud)
Sebenarnya masih banyak sekali ayat Alquran maupun hadits yang berkaitan dengan shalat tahajud. Namun beberapa ayat dan hadits di atas sudah cukup untuk membuat kita yakin dengan kesunnahan dan keutamaan shalat tahajud.

QADHA SHALAT YANG TERTINGGAL

QADHA SHALAT YANG TERTINGGAL

Oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam

 "Artinya : Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dia berkata. 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berrsabda, 'Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu'. Lalu beliau membaca firman Allah. 'Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku'". Dalam riwayat Muslim disebutkan. “Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya".

MAKNA HADITS

Shalat memiliki waktu tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya. Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak berdosa karena alasan itu. Dia harus langsung mengqadha'nya selagi sudah mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat pengakhiran ini ialah segera mengqadha'nya.

Maka Allah berfirman. "Artinya : Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku" [Thaha : 14]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha' shalat itu ialah ketika sudah mengingatnya.

PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMA

Para ulama saling berbeda pendapat, apakah boleh menundanya ketika sudah mengingatnya ataukah harus langsung mengerjakannya .? Jumhur ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung. Mereka yang berpendapat seperti ini ialah tiga imam, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan para pengikut mereka. Sementara Asy-Syafi'i mensunatkan pelaksanaannya secara langsung dan boleh menundanya.

 Asy-Syafi'i berhujjah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat tertidur, mereka tidak melaksanakan qadha' shalat di tempat mereka tidur. Tapi beliau memerintahkan agar mereka menghela hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut. Sekiranya qadha' ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula, tentunya mereka juga shalat di tempat mereka tertidur.

 Adapun jumhur berhujjah dengan hadits dalam bab ini, yang langsung menyebutkan shalat secara langsung. Mereka menanggapi hujjah Asy-Syafi'i, bahwa makna langsung di sini bukan berarti tidak boleh menundanya barang sejenak, dengan tujuan untuk lebih menyempurnakan shalat dan memurnikannya. Boleh menunda dengan penundaan yang tidak seberapa lama untuk menunggu jama'ah atau memperbanyak orang yang berjama'ah atau lainnya.

 Masalah ini dikupas tuntas oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat' dan dia menegaskan pendapat yang menyatakan pembolehan penundaannya. Mereka saling berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan secara sengaja hingga keluar waktunya, apakah dia harus mengqadha'nya ataukah tidak..? Kami akan meringkas topik ini dari uraian Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat', karena uaraiannya di sana disampaikan secara panjang lebar.

Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menunda shalat tanpa alasan hingga keluar dari waktunya, mendapat dosa yang besar. Namun empat imam sepakat mewajibkan qadha' di samping dia mendapat hukuman, kecuali dia memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya itu. Ada segolongan ulama salaf dan khalaf yang menyatakan, siapa menunda shalat hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, maka tidak ada lagi qadha' atas dirinya sama sekali, bahwa qadha'nya tidak akan diterima, dan dia harus bertaubat dengan 'taubatan nashuha', harus memperbanyak istighfar dan shalat nafilah.

Orang-orang yang mewajibkan qadha' berhujjah bahwa jika qadha' ini diwajibkan atas orang yang lupa dan tertidur, yang keduanya di ma'afkan, maka kewajibannya atas orang yang tidak dima'afkan dan orang yang durhaka jauh lebih layak. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat pernah shalat Ashar setelah masuk waktu Maghrib pada perang Khandaq. Sebagaimana yang diketahui, mereka tidak tertidur dan tidak lupa, meskipun sebagian di antara mereka benar-benar lupa, tapi toh tidak mereka semua lupa. Yang ikut mendukung kewajiban qadha' ini ialah Abu Umar bin Abdul-Barr.

Adapun di antara orang-orang yang tidak mewajibkan qadha' bagi orang yang sengaja menunda shalat ialah golongan Zhahiriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Di dalam kitab Ash-Shalat, Ibnul Qayim menyebutkan berbagai macam dalil untuk menolak alasan yang tidak sependapat dengannya. Di antaranya ialah apa yang dapat di pahami dari hadits ini, bahwa sebagaimana yang dituturkan, kewajiban qadha' ini tertuju kepada orang yang lupa dan tertidur. Berati yang lainnya tidak wajib.

Perintah-perintah syari'at itu dapat dibagi menjadi dua macam : Tidak terbatas dan temporal seperti Jum'at hari Arafah. Ibadah-ibadah semacam ini tidak diterima kecuali dilaksanakan pada waktunya. Yang lainnya ialah shalat yang ditunda hingga keluar dari waktunya tanpa alasan. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Barangsiapa mendapatkan satu raka'at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar", sekiranya shalat Ashar itu dikerjakan setelah Maghrib, justru lebih benar dan mutlak, tentu orangnya lebih mendapatkan shalat Ashar, baik dia mendapatkan satu raka'at atau kurang dari satu raka'at atau dia sama sekali tidak mendapatkan sedikitpun darinya.

Baca Juga

Orang-orang yang berperang juga diperintahkan shalat, meski dalam situasi yang genting dan rawan. Semua itu menunjukkan tekad pelaksanannya pada waktunya. Sekiranya di sana ada rukhsah, tentunya mereka akan menundanya, agar mereka dapat mengerjakannya lengkap degan syarat dan rukun-rukunnya, yang tidak mungkin dapat dipenuhi ketika perang sedang berkecamuk.

Hal ini menunjukkan pelaksanaannya pada waktunya, di samping mengerjakan semua yang diwajibkan dalam shalat dan yang disyaratkan di dalamnya. Tentang tidak diterimanya qadha' orang yang menunda shalat hingga keluar dari waktunya, bukan berarti dia lebih ringan dari orang-orang yang diterima penundaannya. Mereka ini tidak berdosa. Kalaupun qadha'nya tidak diterima, hal itu dimaksudkan sebagai hukuman atas dirinya. Ibnul Qayyim menguaraikan panjang lebar masalah ini.

Maka siapa yang hendak mengetahuinya lebih lanjut, silakan lihat kitabnya. Uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini disampaikan di dalam 'Al-Ikhiyarat'. Dia berkata, "Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, tidak disyari'atkan qadha' bagi dirinya dan tidak sah qadha'nya. Tapi dia harus memperbanyak tathawu'. Ini juga merupakan pendapat segolongan orang-orang salaf seperti Abu Abdurrahman rekan Asy-Syafi'i, Daud dan para pengikutnya. Tidak ada satu dalil pun yang bertentangan dengan pendapat ini dan bahkan sejalan dengannya.

Yang condong kepada pendapat ini ialah Syaikh Shiddiq hasan di dalam kitabnya, 'Ar-Raudhatun Nadiyyah'. Inilah yang dapat kami ringkas tentang masalah ini, dan Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang lebih benar.

 KESIMPULAN HADITS DAN HUKUM-HUKUMNYA

[1]. Kewajiban qadha' shalat bagi orang yang lupa dan tertidur, yang  dilaksanakan ketika mengingatnya.

[2]. Kewajiban segera melaksanakannya, karena penundaannya setelah  mengingatkannya sama dengan meremehkannya.

[3]. Tidak ada dosa bagi orang yang menunda shalat bagi orang yang mempunyai alasan, seperti lupa dan tertidur, selagi dia tidak mengabaikannya, seperti tidur setelah masuk waktu atau menyadari dirinya tidak memperhatikan waktu, sehingga dia tidak mengambil sebab yang dapat membangunnkannya pada waktunya. Kafarat yang disebutkan di sini bukan karena dosa yang dilakukan, tapi makna kafarat ini, bahwa karena meninggalkan shalat itu dia tidak bisa mengerjakannya yang lainnya, seperti memberi makan, memerdekakan budak atau ketaatan lainnya. Berarti dia tetap harus mengerjakan shalat itu. [Disalin dari kitab Taisirul-Allam Syarh Umdatul Ahkam, Edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, Pengarang Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit Darul Fallah]   

TATA CARA SOLAT GERHANA BULAN

Tata Cara dan Niat Shalat Gerhana Bulan.



Kita mungkin mendengar istilah Shalat Kusufian (shalat 2 Gerhana. yaitu shalat dikarenakan terjadinya Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Dalam artian, jika terjadi Gerhana Bulan maka kita lakukan (laksanakan) shalat Khusuf, dan jika terjadi Gerhana Matahari maka kita lakukan shalat Kusuf, sesungguhnya kedua shalat ini hukumnya adalah sunah muakad.


Waktu melaksanakan shalat gerhana bulan yakni dimulai dari terjadinya Gerhana Bulan itu sendiri hingga terbit kembali, atau dengan kata lain sampai Bulan tersebut nampak utuh, sedangkan waktu melaksanakan shalat Gerhana Matahari yaitu dimulai dari timbulnya Gerhana Matahari itu sendiri hingga matahari tersebut kembali sebagaimana biasanya, atau sampai terbenam.

Baca Juga

Cara Mengerjakan Shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari :Yang Pertama : Shalat 2 raka’at sebagaimana shalat biasanya, boleh kita melaksanakannya sendiri-sendiri, atau mungkin lebih utama jika kita melaksanakannya secara berjama’ahYang Kedua : Shalat 2 raka’at dengan 4 kali rukuk, dan juga 4 kali sujud, yaitu pada raka’at pertama (sesudah rukuk dan i’tidal) kita membaca surat Al-Fatihah lagi, selanjutnya kita terus melakukan rukuk sekali lagi dan i’tidal, kemudian kita terus sujud selnjutnya sebagaimana biasa. Dan pada raka’at kedua juga kita lakukan seperti halnya pada raka’at yang pertama. Jadi dengan demikian shalat Gerhana tersebut seluruhnya berjumlah 4 rukuk, 4 fatihah dan 4 sujud.
Apabila shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari tersebut dilaksanakan seperti shalat biasanya yakni 2 raka’at dengan 2 rukuk, maka hal itu tidak menjadi halangan juga (cukup sah pula).

Berikut bacaan Niat Shalat Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari :

Gerhana Bulan

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Khusuufil-Qomari Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}

Artinya : {” Saya niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala “}

Gerhana Matahari

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Kusuufis-Syamsi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}

Artinya : {” Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala “}


NB: Sebaiknya didalam melaksanakan Shalat Gerhadan Bulan, Bacaan fatihah dan juga bacaan surat dalam shalat tersebut dinyaringkan (dikeraskan), sedangkan dalam melaksanakan shalat Gerhana Matahari bacaan tersebut tidak dinyaringkan (tidak dikeraskan). Dan dalam membaca surat disetiap raka’atnya disunahkan pula membaca surat-surat yang panjang.

Demikian mengenai Artikel tentang tata cara shalat gerhana menurut muhammadiyah
tata cara shalat gerhana bulan sesuai sunnah
cara shalat gerhana bulan sendiri
tata cara shalat gerhana bulan sendirian
tata cara shalat gerhana bulan dan matahari
tata cara shalat gerhana bulan persis
pengertian dan tata cara shalat gerhana bulan
tata cara shalat gerhana bulan berjamaah
tata cara shalat gerhana bulan dan bacaannya
tata cara shalat gerhana menurut muhammadiyah
dalil shalat gerhana
hukum shalat gerhana bulan
keutamaan shalat gerhana
bacaan shalat gerhana lengkap
doa sholat gerhana bulan
pengertian dan tata cara shalat gerhana bulan
hadits shalat gerhana bulan
keutamaan shalat gerhana
sholat gerhana
hukum shalat gerhana
hadits tentang gerhana
ayat alquran tentang gerhana bulan dan matahari
hikmah shalat gerhana
makna shalat gerhana
hukum shalat gerhana sendirian
keistimewaan sholat gerhana
dalil shalat gerhana
keutamaan shalat gerhana
hukum shalat gerhana bagi wanita
hikmah shalat gerhana
hukum shalat gerhana bagi perempuan
shalat gerhana wajib atau sunnah
bolehkah shalat gerhana bulan sendirian
keutamaan shalat gerhana
doa sholat gerhana bulan
syarat shalat gerhana bulan
niat shalat gerhana sendiri
niat shalat gerhana bulan sendiri
bolehkah shalat gerhana di lapangan
do'a sholat gerhana
tata cara shalat gerhana matahari
khutbah shalat gerhana bulan
doa sholat gerhana bulan
tata cara shalat gerhana bulan berjamaah
tata cara shalat gerhana menurut muhammadiyah
keutamaan shalat gerhana
hukum shalat gerhana bulan
cara shalat gerhana bulan sendiri
tata cara shalat gerhana bulan sendiri
tata cara shalat gerhana bulan sendirian
doa sholat gerhana bulan
tata cara shalat gerhana bulan berjamaah
tata cara shalat gerhana menurut muhammadiyah
khutbah shalat gerhana bulan
tata cara shalat gerhana bulan sesuai sunnah
bacaan shalat gerhana lengkap

Semoga membantu..

TATA CARA SHOLAT GERHANA

Tata Cara dan Niat Shalat Gerhana Bulan.

Kita mungkin mendengar istilah Shalat Kusufian (shalat 2 Gerhana. yaitu shalat dikarenakan terjadinya Gerhana Bulan, dan Gerhana Matahari. Dalam artian, jika terjadi Gerhana Bulan maka kita lakukan (laksanakan) shalat Khusuf, dan jika terjadi Gerhana Matahari maka kita lakukan shalat Kusuf, sesungguhnya kedua shalat ini hukumnya adalah sunah muakad.

Waktu melaksanakan shalat gerhana bulan yakni dimulai dari terjadinya Gerhana Bulan itu sendiri hingga terbit kembali, atau dengan kata lain sampai Bulan tersebut nampak utuh, sedangkan waktu melaksanakan shalat Gerhana Matahari yaitu dimulai dari timbulnya Gerhana Matahari itu sendiri hingga matahari tersebut kembali sebagaimana biasanya, atau sampai terbenam.

Cara Mengerjakan Shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari :Yang Pertama : Shalat 2 raka’at sebagaimana shalat biasanya, boleh kita melaksanakannya sendiri-sendiri, atau mungkin lebih utama jika kita melaksanakannya secara berjama’ahYang Kedua : Shalat 2 raka’at dengan 4 kali rukuk, dan juga 4 kali sujud, yaitu pada raka’at pertama (sesudah rukuk dan i’tidal) kita membaca surat Al-Fatihah lagi, selanjutnya kita terus melakukan rukuk sekali lagi dan i’tidal, kemudian kita terus sujud selnjutnya sebagaimana biasa. Dan pada raka’at kedua juga kita lakukan seperti halnya pada raka’at yang pertama. Jadi dengan demikian shalat Gerhana tersebut seluruhnya berjumlah 4 rukuk, 4 fatihah dan 4 sujud.

Baca Juga


Apabila shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari tersebut dilaksanakan seperti shalat biasanya yakni 2 raka’at dengan 2 rukuk, maka hal itu tidak menjadi halangan juga (cukup sah pula).

Berikut bacaan Niat Shalat Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari :

Gerhana Bulan

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Khusuufil-Qomari Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}

Artinya : {” Saya niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Bulan dua rakaat karena Allah ta’ala “}

Gerhana Matahari

أُصَلِّيْ سُنَّةَ لِكُسُوْفِ الشَّمسِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

{” Ushallii Sunnatal Kusuufis-Syamsi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa “}

Artinya : {” Aku niat (melaksanakan) shalat sunnah Gerhana Matahari dua rakaat karena Allah ta’ala “}


NB: Sebaiknya didalam melaksanakan Shalat Gerhadan Bulan, Bacaan fatihah dan juga bacaan surat dalam shalat tersebut dinyaringkan (dikeraskan), sedangkan dalam melaksanakan shalat Gerhana Matahari bacaan tersebut tidak dinyaringkan (tidak dikeraskan). Dan dalam membaca surat disetiap raka’atnya disunahkan pula membaca surat-surat yang panjang.

Back To Top